Pemecah Theorema Terakhir Fermat

Andrew Wiles
(1879 – 1955)

Masa kecil
Sewaktu berusia sepuluh tahun, Wiles pergi ke perpustakaan umum di kota kecil tempat tinggalnya, Milton Road library, di Inggris dan mencari buku matematika. Pada saat itu dia terkesima dengan TTF (Theorema Terakhir Fermat), yang terdapat pada buku karangan Eric Temple Bell, The Last Problem yang dibacanya. Theorema, yang dianggap, sangat sederhana, sehingga anak kecilpun dapat memahaminya.

Cuma menemukan pangkat x, y dan z, seperti dalam bentuk x4 + y4 = z4 aupun x5 + y5 = z5, dan seterusnya. Tampaknya sangat mudah. Dan diketahui bahwa theorema ini sudah lebih dari tiga abad tidak dapat dibuktikan. Saya ingin membuktikannya adalah tekadnya.

Tahun 1971, Wiles masuk Merton College, Oxford dan meraih gelar B.A. pada tahun 1974. Lulus dari College ini melanjutkan lagi ke Clare College, Cambridge untuk meraih gelar doktorat. Yang menjadi pembimbingnya di Cambridge adalah profesor John Coates. Niatnya untuk membuktikan TTF tertunda karena topik yang saat itu sedang marak adalah teori bilangan tentang kurva-kurva elips. Alasan lain adalah riset untuk tujuan itu memakan banyak waktu dan tidak ada mahasiswa tingkat lanjut yang menekuninya. Akhirnya, Wiles melakukan riset pada kurva-kurva elips dalam bidang yang lebih spesifik yang disebut dengan teori Iwasawa. Sejak tahun 1977 sampai 1980, Wiles adalah peneliti junior di Clara College, Cambridge merangkap sebagai asisten profesor di Universitas Harvard. Wiles menyelesaikan disertasi, dan begitu mendapatkan gelar Ph. D, dia memperoleh kedudukan di universitas Princeton di Amerika, meski sempat mendalami matematika teori di Bonn selama beberapa bulan. Selama tahun 1985 – 1986 pernah melakukan kunjungan ke Ecole Normale di Paris. Sambil mengajar, di Princeton, Wiles meneruskan risetnya tentang kurva-kurva elips dan teori Iwasawa.

Evolusi pemikiran matematikawan “kuno”
Banyak matematikawan, setelah Fermat meninggal, punya obsesi untuk membuktikan TTF. Diawali oleh Kummer yang merintis teori bilangan-bilangan ideal untuk menyelesaikan. Mampu membuktikan bahwa thorema itu benar untuk bilangan-bilangan eksponen, dimana dapat dibagi dengan bilangan-bilangan prima “biasa.” Semua itu hanya berlaku bagi bilangan prima tanpa pola di bawah 100, yaitu: 37, 59 dan 67.

Menggunakan bilangan prima sudah diawali oleh Euler yang mampu membuktikan untuk n = 3 dan n = 4, disusul oleh Dirichlet yang membuktikan untuk n = 5. Dengan cara yang sama Gabriel Lame dan Henri Lebesgue mampu membuktikan untuk n = 7.

Gauss sebenarnya sudah berusaha membuktikan sebelum akhirnya menyerah. Kepenasaran diteruskan oleh Dedekind yang mengembangkan teori ideal-ideal, yang merupakan abstraksi dari bilangan-bilangan ideal Kummer. Karya Dedekind ini mengilhami Barry Mazur, dimana akhirnya karya Mazur menjadi acuan Wiles untuk membuktikan TTF.

Tidak mau kalah dengan kiprah matematikawan Jerman, Poincare dari Perancis, yang sering disebut dengan universalis terakhir, memulai pembuktian. Tahun 1895, Poincare menerbitkan buku berjudul Analysis Situs. Topologi – ilmu yang mempelajari bentuk-bentuk dan permukaan-permukaan dan fungsi-fungsi berkesinambungan (continuous). Penjelasan Poincare diawali dengan melakukan penelitian terhadap fungsi Sin dan Cos dari deret Fourier (Fourier series) sebelum akhirnya menggunakan cara invarian. Suatu fungsi invarian dalam kelompok-kelompok transformasi dikenal dengan nama bentuk-bentu otomorphik. Terus dikembangkan oleh Poincare sehingga diperoleh bentuk-bentuk modular, yang terletak pada setengah sisi atas bidang bilangan kompleks, dan merupakan geometri hiperbolik.

“Bendera” lain
Tahun 1983, seorang matematikawan Jerman muda usia (27 tahun), Gerd Faltings, juga berusaha membuktikan TTF. Ketika masih berada di universitas Wuppertal, dia mampu membuktikan prakiraan (conjecture) Mordell. [Louis J.] Mordell pada tahun 1922 berpkir tentang adanya hubungan antara solusi-solusi persamaan aljabarik dengan topologi. Elemen dari topologi adalah permukaan-permukaan (surfaces) – menjelaskan bidang - dan ruang (space) untuk menggambarkan bentuk tiga-dimensi.

Pembuktian ini menjadi awal pengembangan geometri aljabarik. Faltings, dalam upaya membuktikan, mengisolasi TTF ke dalam teori bilangan. Penemuan Faltings ini, menjadi “senjata” dua matematikawan, Granville dan Heath-Brown, untuk menemukan beberapa solusi untuk menyelesaikan TTF. Pada tahun 1983, theorema berupaya dibuktikan untuk n sampai dengan satu juta, dan pada tahun 1992 ditingkatkan lagi menjadi n sampai dengan empat juta.
Ada sekelompok orang yang gemar melakukan diskusi matematika – dilakukan sambil duduk minum kopi - dimana mereka bernaung di bawah naungan nama Bourbarki *. Cetusan ide ini terjadi di Paris oleh matematikawan universitas Paris. Anggota utama kelompok ini adalah Andre Weil (1906 - ), yang kemudian migrasi ke Amerika dan berada di Princeton. Anggota lain adalah Jean Dieudonne yang mengarang makalah dengan nama ‘samaran’ Bourbaki.

Andre Weil, pada kisaran tahun 1950-an, pernah bertemu dengan Taniyama dan Shimura di Jepang. Yutaka Taniyama berteman dengan Goro Shimura. Keduanya adalah lulusan universitas Tokyo tahun 1953 untuk disiplin ilmu matematika.

Diskusi Timur-Barat
Pada September 1955, di Tokyo diadakan simposium dengan topik teori bilangan aljabarik. Pada kesempatan ini, Andre Weil, yang sudah meninggalkan Perancis dan menjadi profesor di Universitas Chicago termasuk salah satu undangan. Lima tahun silam, Weil mengejutkan komunitas matematika pada konggres internasional, dengan mengemukakan prakiraan (conjecture) Hasse. Kedatangan Weil ini menarik perhatian Taniyama dan Shimura sehingga mereka terlibat diskusi. Matematikawan asing lain yang datang adalah Jean-Pierre Serre dari Perancis, yang masih muda usia, namun bukan termasuk kelompok Bourbaki, namun ikut terlibat diskusi ketiga matematikawan di atas. Hasilnya adalah muncul prakiraan (conjecture) Shimura yang beberapa tahun kemudian juga pindah ke Princeton sedangkan Taniyama tetap di Tokyo. Tidak ada nama Taniyama di sini karena tanpa diketahui alasan pastinya, bunuh diri di apartemen pada tahun 1958. Prakiraan Shimura ini menyebutkan bahwa setiap kurva eliptik dengan bilangan-bilangan rasional adalah seragam dalam bentuk modular. Awal tahun 1960-an, Shimura – sudah di Princeton - bertemu kembali dengan J.P. Serre. Serre teatp tidak mau mengakui prakiraan Shimura dan mencari dukungan dari Weil. Weil tetap tidak mau mengakui kesahihan prakiraan Shimura. Tahun-tahun berlalu dan pada tahun 1970-an, Weil mengesampingkan prakiraan Shimura, dan mencetuskan prakiraan Weil-Taniyama yang menyebut kurva-kurva eliptik modular yang kemudian disebut dengan “kurva-kurva Weil.” Seiring dengan munculnya “prakiraan Weil-Tanitama”, Serre yang tetap melakukan penelitian tentang topik itu namun tetap mengingkari nama Shimura, dan lebih percaya kepada Weil, namun juga mencetuskan prakiraan (conjecture) yang memakai namanya.

Titik terang
Kontroversi terus berkembang sampai akhirnya terdengar sampai “pelosok” Jerman. Gerhard Frey yang memperoleh diploma dari universitas Tubingen dan gelar Ph.D. dari universitas Heidlberg tertarik jalinan antara teori bilangan dan geometri aljabarik terhadap matematika yang berkambang selama lima-puluh tahun terakhir. Frey juga menyukai geometri artimatika sehingga mencoba menjalin semua disiplin ini ke dalam bentuk “hibrid.” Pada tahun 1970-an, Frey banyak berkecimpung dengan kurva-kurva eliptik dan persamaan-persamaan Diophantine, dimana pada tahun 1978 membaca makalah “Kurva-kurva modular dan ideal dari Einsenstein” karya Barry Mazur dari Universitas Harvard.

Terpengaruh oleh makalah itu dan pemikiran pakar teori bilangan Kenneth Ribet dari Berkeley dan Andrew Wiles dari Princeton, Frey tertarik menekuni aplikasi kurva-kurva modular dan representasi dari Galois tentang teori kurva-kurva eliptik. Tidak hanya mau sekedar teratik, Frey, pada tahun 1981, berangkat ke universitas Harvard dan melakukan diskusi dengan Barry Mazur, disusl ke Berkeley bertemu dengan Ken Ribet. Pulang ke Jerman, Frey membawa banyak pemikiran baru, dan pada tahun 1984 penelitiannya tentang teori bilangan diungkapkan dalam konferensi. Diungkapkannya bahwa apabila prakiraan Shimura-Taniyama terbukti benar, maka TTF dapat dibuktikan. Penyataan yang diucapkan Frey ini mengundang reaksi. Ken Ribet yang menyatakan akan berpikir kembali dan J.R. Serre – dengan surat dan nama samaran – menyatakan tidak setuju dan menyebut ulang prakiraan Serre.

Theorema Ribet
Ken Ribet yang memutuskan untuk berpikir ulang tentang penyataan Frey, mulai tertarik dengan TTF, berusaha menekuni matematika lebih mendalam. Bidang yang ditekuni adalah kimia di universitas Brown. Di bawah bimbingan dan pengaruh Kenneth F. Ireland, Ribet mempelajari matematika dan tertarik dengan fungsi zeta, jumlah eksponensial, dan teori bilangan. Awalnya dia tidak tertarik dengan TTF. Baginya TTF sudah ketinggalan jaman dan tidak ada prinsip yang dapat digunakan sebagai acuan untuk memecahkannya. Theorema yang harus dipecahkan oleh banyak disiplin dari matematika, lebih dari sekedar teori bilangan: aljabar, analisis, geometri dan topologi atau semua disiplin matematika.

Ribet, akhirnya, meraih gelar Ph.D. matematika dari Harvard dan menjadi profesor matematika pada universitas California dengan penelitian pada teori bilangan. Ketika mendengar pernyataan Frey dan kurva Frey yang diasosiasikan dengan kurva elips yang berbeda dengan modular. Pada saat ada pertemuan matematika di California pada tahun 1985, Ribet mulai memikirakan kurva Frey dan pernyataan Frey yang terus tergiang dikepalanya sampai beberapa tahun ke depan. Ketika cuti mengajar di Berkeley, Ribet pergi ke Jerman dan melakukan penelitian matematika di institut Max Planck. Di sini, Ribet hampir dapat membuktikan prakiraan Frey.

Ketika pulang ke Berkeley, Ribet menemui Mazur yang datang dari Harvard dan terlibat diskusi di kantin kampus universitas California. Dalam diskusi singkat ini, ucapan Mazur memberi pencerahan kepada Ribet, yang serta merta mampu membuktikan bahwa prakiraan Shimura-Taniyama adalah benar. Jalan untuk membuktikan TTF terbuka.

Prakiraan (conjecture) Shimura-Taniyama
Lama melupakan obsesi masa kecil, namun dalam tahun 1985-1986, ketika sedang berada Perancis, dirinya terhentak karena ada penemuan: pembuktian yang dilakukan oleh Gerhard Frey dan Ken Ribet (mengembangkan ide Barry Mazur dan Jean-Pierre Serre) bahwa TTF dapat dibuktikan lewat prakiraan (conjecture) Shimura-Taniyama bahwa setiap kurva elips yang diketahui mengandung bilangan-bilangan rasional adalah modular.

Apabila: an + bn = cn

adalah contoh TTF dan dibandingkan dengan kurva elips:

y2 = x(x – an)(x + bn)

bukanlah modular, sehingga tidak dapat membuktikan prakiraan Shimura-Taniyama. Prakiraan ini terus dikembangkan oleh Shimura yang sudah ada di Princeton yang kemudian disebut dengan prakiraan (conjecture) Shimura. Prakiraan Shimura menyebutkan bahwa setiap kurva eliptik dengan menggunakan bilangan-bilangan rasional adalah seragam yaitu dalam bentuk modular. Bentuk modular adalah elemen yang lebih spesifik terhadap bidang [bilangan] kompleks lebih dari sekedar fungsi-fungsi otomorphik yang digagas oleh Taniyama.

Jika kita “melipat” bidang [bilangan] kompleks sehingga menjadi bentuk “donat”, maka permukaannya akan memberi selua solusi pada persamaan-persamaan elipstik yang menggunakan bilngan-bilngan rasional, dimana hal ini merupakan pengembangan dari persamaan-persamaan Diophantus.

Pembuktian “perdana”
Bulan Juli tahun 1993, Andrew Wiles terbang menuju Inggris. Kembali ke universitas Cambridge yang sudah ditinggalkannya selama lebih dari 20 tahun, dimana dia meraih gelar di sana. Pembimbing thesis doktoral di Cambridge, Profesor John Coates, memprakarsai konferensi tentang teori Iwasawa – suatu bidang dalam teori bilangan yang menjadi topik disertasinya dan sangat dikuasainya. Mantan mahasiswanya ini ditanya, topik apa yang akan dibawakan? Dan apakah waktu satu jam untuk presentasi memadai? Wiles tidak menjawab pertanyaan pertama namun menjawab pertanyaan kedua dengan mengatakan bahwa presentasinya akan memakan waktu tiga jam.

Hampir selama enam tahun Wiles, berusaha membuktikan TTF, dengan bekerja secara diam-diam. Rupanya otaknya sudah buntu, sehingga pada Januari 1993, idenya untuk membuktikan TTF dibocorkan kepada orang yang amat sangat dipercayainya agar rela membantu. Orang yang diajak berunding adalah profesor Nick Katz, rekannya di universitas Princeton. Agar diskusi diantara mereka tidak dicurigai, maka dibuat “skenario” Wiles menawarkan pelajaran tambahan kepada Katz.

Bulan Mei 1993, Wiles membuka makalah Barry Mazur dari Harvard, yang berisikan penemuan-penemuan terbaru dalam teori bilangan – penemuan yang memberi inspirasi bagi pakar pada bidang ini termasuk Ribet dan Frey, yang memberi jalan bagi Wiles. Apa yang dikatakan Mazur bahwa dapat dilakukan himpunan kurva eliptik dapat didasarkan pada bilangan prima. Ide ini mampu menjawab hambatan Wiles.

Pembuktian tidak dikirim untuk menghindari publikasi sehingga membuat orang terpicu untuk ikut-ikutan membuktikan TTF yang sudah matang guna meraih ketenaran diri. Makalah pembuktian setebal 200 halaman, mengundang keingintahuan para pakar dalam teori bilangan. Ken Ribet yang melihat makalah itu bertanya apakah pembuktian ini disertai dengan sistem Euler? Meskipun makalah sudah dibawa Wiler, namun Katz tetap memeriksa setiap bari pembuktian dan menanyakan hal-hal yang tidak jelas ke Wiles lewat email sehari dua kali. Salmapi akhirnya, Katz menemukan “lubang” pembuktian seperti yang disebutkan oleh Ken Ribet, sistem Euler. Penemuan kesalahan pembuktian ini membuat runtuh semua harapan Wiles.

Pembuktian akhir
Kembali ke Princeton bulan September 1993, hatinya dipenuhi: rasa malu, terhina, marah, frustasi, semua bercampur menjadi satu. Janji pembuktian TTF yang dicanangkan hanya membuat namanya tercemar. Simpati datang dari sesama matematikawan dan menyediakan diri membantu membangun pembuktian lagi. Richard Taylor dari Cambridge datang ke Princeton untuk membantu Wiles. Taylor juga mahasiswa yang dibimbing profesor John Coates.

September 1994, senin pagi, Wiles duduk di meja kerjanya di Princeton, matanya tidak sengaja melirik berkas pembuktian yang sudah lama dibiarkan teronggok dan terpuruk di sana. Diambil dan dilihat ulang, bagian mana yang tidak mengandung sistem Euler? Dia hanya ingin tahu, demi kepuasan diri, mengapa dia salah?.

Berpikir keras selama dua puluh menit dengan menatap makalah itu. Tidak diduga, berkelebat sebuah pemikiran, dan Wiles mampu memahami semua kesalahan selama ini. Apa yang sekarang disadari oleh Wiles adalah pembuktian itu sangat sederhana dan anggun dan tampir tidak dapat dipercayainya. Ditatapnya makalah ini untuk beberapa saat. Rasanya mimpi. Pembuktian itu ditinggalkan untuk dicerna lebih lanjut. Makalah disempurnakan dan dikirimkan lewat email kepada para matematikawan di seluruh dunia sebelum akhirnya diterbitkan dalam jurnal Annals of Mathematics. Terima kasih secara khusus diberikan kepada Richard Taylor. Upaya pembuktian TTF sudah berakhir di tangan Andrew Wiles yang menjadi mimpi dirinya semasa anak.

* [Nicolas] Bourbaki (1816-1897) adalah nama seorang jenderal Yunani yang memegang peran penting pada perang Franco-Prussia. Nama ini dipakai setelah PD II oleh orang-orang terkenal seperti Hemingway, Picasso sering duduk-duduk, bertemu teman di café-café di pinggiran jalan di Paris. Timbul keinginan matematikawan Perancis untuk melestarikan nama ini namun untuk mendiskusikan sesuatu yang spesifik …matematika.

Sumbangsih
Kepopuleran Wiles terjadi karena memecahkan TTF – meskipun sempat salah – justru memicu orang untuk terus mengenangnya. Problem TTF memicu banyak matematikawan menemukan metode-metode matematika baru. Pada awalnya TTF berhadiah, namun sejak PD I hadiah ditiadakan, ternyata tidak menyurutkan minat orang untuk terus mencoba membuktikannya. Nama Wiles menduduki peringkat pertama sebagai matematikawan paling dikenal yang saat ini masih hidup.
Previous
Next Post »